Rumah Hijau (01)

Sabtu, 23 Januari 2010

Rumah itu telah berdiri beberapa puluh tahun yang lalu namun tetap seperti dulu hijau, rimbun dan tampak misterius. Orang-orang di kota itu menyebutnya rumah hijau.

Januari, 2010

Billa, seorang gadis yang punya nama lengkap Nur Nabilla itu kini berdiri terpaku dengan mulut sedikit menganga melihat sebuah rumah bergaya tempo dulu yang mempunyai halaman yang rimbun dan tak terawat. Tak ada yang bisa dikatakan Billa selain 'rumah itu tak jauh berbeda dengan rumah hantu'.

"Ma, apa benar Billa akan tinggal di sini?" tanyanya sambil menatap mamanya dengan ragu dan alis ditekuk

"Ya, baguskan rumahnya?" jawab mamanya sambil tersipu

Bagus apanya? rumah kayak rumah hantu gini? eh apa malah kayak hutan ya? gumam Billa dalam hatinya

Namun kali ini Billa tak boleh protes tentang keputusan mamanya untuk memutuskan tempat inilah yang akan menjadi tempat tinggal Billa selama di SMA. Keputusan ini merupakan
final decision perdebatan antara papa, mama dan Billa.

Papa Billa dimutasi kerja ke daerah Kalimantan Timur bulan depan, mau tak mau Billa harus mengikutinya. Namun Billa yang sudah berkali-kali berganti rumah (akibat papanya yang sering di mutasi ke mana-mana) merasa sudah capek. Billa sudah capek untuk berpisah dan mencari teman baru, dan gara-gara sering berpindah ia menjadi kesepian karena tak ada teman yang benar-benar akrap, teman yang kayak saudara. Karena alasan itulah Billa berkeras hati tak mau pindah meskipun ayahnya dimutasi, dia merasa sudah dewasa dan bisa hidup sendiri (meskipun biaya dan lain-lain masih meminta ortunya).

Keputusan ini tentu saja ditentang oleh papa Billa yang punya sifat daughter complex. Bahkan akan sempat terjadi KDRT karena Billa ngotot sampai papanya jengkel dan mau mukul. Untungnya saat itu ada mama Billa yang jadi penengah jadi masalahnya tak sampai runyam. Setelah kejadian itu Billa mengurung diri di kamar, maunya sih biar si papa mengerti keputusannya dan akhirnya papanya setuju tapi ada syaratnya. Syaratnya adalah Billa harus tinggal di rumah teman papa-mamanya saat di bangku kuliah dulu, yaitu Om Andi dan tante Tina.

Tentu saja Billa setuju. Om Andi dan tante Tina kan orangnya baik dan selalu memberi hadiah di setiap ulang tahun Billa. Tapi sekarang Billa sedikitnya kecewa, ternyata rumah yang ditinggali Om Andi dan tante Tina dulu telah dijual, semenjak kematian Brian, anak bungsu Om Andi yang seumuran dengan Billa. Sepertinya tante Tina begitu depresi hingga mau tak mau untuk menghilangkan kenangan kematian Brian ia harus menempati rumah lain. Dan rumah itu adalah rumah peninggalan orang tua Om Andi.

Dengan menarik napas dalam-dalam, Billa menarik kopernya dan berjalan menuju rumah hijau itu.

1 komentar:

saras mengatakan...

the next chapter?....

Posting Komentar

Share

| More